Pindah ke kcrda.blogspot.com | Selamat datang di blog ini. Semoga berguna ^^ Kami tunggu apresiasinya :)

Sabtu, 28 September 2013

Before It's Too Late (1/2)

Karya R
 Persahabatan itu... Terus saling mendukung, menyayangi, dan memaafkan.

Hai, sobat! Perkenalkan, namaku Natasya. Kalian bisa memanggilku Tasya.
Aku bukan orang spesial, kok. Aku manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan tersendiri. Lalu kenapa aku menceritakan kisah ini?
Karena... Ah, kalian akan tahu nanti.


***
Astaga! Aku berusaha menetralkan detak jantungku. Aku nyaris terlambat, yup, nyaris. Sedetik saja aku lebih lambat, pintu gerbang sudah ditutup.
"Telat lagi, Sya?"
Aku menoleh. Ah, ya, ini sahabatku, Veia. Entah sejak kapan kami menjadi sahabat. Mungkin sejak TK, saat aku dan Vaia berbagi bekal waktu itu. Takkan aku lupakan.
"Hehe... Iya. Maklum aja," jawabku dengan cengiran andalan.
Veia menggeleng-geleng. "Lupa ya kalo pelajaran pertama Bu Rini?"
Hah, iya. Guru satu itu galak sekali.
"Iya. Semalem gue nonton film sampe larut, hehe."
"Dasar maniak film!"
Ah ya, betul. Aku memang maniak film, seperti kata Veia. Aku menyukai berbagai jenis dan genre film, tapi tentu saja yang cocok dengan usiaku, lah.
Bel berdering. Aku menyiapkan bukuku.
***
"Sya, lo tau kan Kak Niko?"
Maklum, kami menggunakan gue-lo. Kami kan tinggal di Jakarta.
Aku mengangguk malas. Anak ini... Mulailah celotehnya tentang kakak kelas yang ia kagumi itu. Tapi aku tidak menyimak tumpukan kata yang keluar dari mulut sang fans-berat-kakak-kelas itu. Pikiranku melayang ke cewek seusiaku yang kutolong kemarin.
Cewek itu sangat kasihan. Di usia belia, dia harus memunguti kardus-kardus yang ada di pasar bersama adiknya. Saat kutanya kenapa ia mau bersusah payah, jawabannya mengharukan.
"Aku tetap ingin sekolah. Aku harus mengubah nasibku. Paling tidak, adikku harus sekolah." ucapnya, nada dan sorot matanya tegas.
Kala itu aku juga bertanya, dimana orangtuamu. Dan katanya, ayahnya telah meninggal dan ibunya sakit-sakitan. Klise? Memang. Tapi yang membuatku kagum adalah...
"...dan aku ingin membangun rumah megah untuk ibuku. Aku harus berjuang keras."
Tekadnya kuat, terlihat jelas dari matanya.
"Terimakasih telah membantuku..."
***
Pagi itu, kelas ramai. Desas desusnya sih ada anak baru. Memang sih, semester dua ini baru berjalan beberapa hari.
Di sekolahku, tiap semester baru memang ada test masuk untuk sekaligus mendapat beasiswa. Yang bisa masuk hanyalah yang mendapat nilai tinggi.
Kabarnya, anak itu sangat pintar. Rata-rata nilai tes masuknya diatas 98. Dia sudah lulus SD, tapi baru bisa melanjutkan ke SMP sekarang.
Bel berbunyi. Ah, sudah masuk.
"Pagi anak anak..."
Bu Asya, guru kelasku. Di belakannya ada seorang anak yang... Familiar?
"Pagi buu..."
"Kalian kedatangan teman baru. Nak, perkenalkan dirimu."
"Namaku Ersya,"
Mataku membulat. Tunggu, bukankah ini gadis yang kubantu tempo hari?
***
"Hai Ersya! Masih ingat aku?" sapaku.
"Yang bantuin aku kemaren?" tebaknya ragu.
"Yup! Ternyata lo beneran gak pantang nyerah. Gue salut!"
"Makasih ya! Oya, nama lo?"
"Oh, gue? Nama gue Natasya, lo bisa panggil gue Tasya. Ke kantin yuk!" ajakku. Ersya mengiyakan. Kami berjalan menuju kantin.
"Veia itu temen lo Tas?"
"Tepatnya sahabat gue..." jawabku.
Ersya manggut-manggut. "Sahabatan dari kecil ya pasti?"
"Kok tau?" tanyaku heran.
"Kalian akrabb banget. Gak heran lah," jawab Ersya.
"Iya. Kita emang sahabatan dari TK. Gue masih inget pertama gue kenalan sama Veia. Waktu itu mama gue lupa bawain bekal, dan Veia ngasih gue setengah bekalnya..." kenangku.
"Kalian harus menjaga persahabatan kalian ya?"
"Apa?" aku menoleh cepat. Tumben ada yang berpesan seperti itu padaku.
"Tidak. Ayoo, gue mau beli itu," Ersya menarik tanganku.
***
Aku sering bersama Ersya akhir-akhir ini. Kami jadi lumayan akrab.
"Ers, udah ngerjain PR Bu Rini?"
"Udah dongg," jawabnya tersenyum lebar.
Aku nyengir.
"Mau liat ya?" tebaknya. Cengiranku makin lebar.
"Cuma mau ngecek doang kok!"
***
"Lo sekarang sama si anak baru itu?" tanya Veia sinis.
Aku memandangnya heran. "Kenapa?"
"Gue gak suka!" bentaknya keras.
Aku menatapnya heran. Ini gak seperti Veia yang kukenal.
"Lo kenapa sih Vei?"
"Pokoknya gue gak suka! Jangan deket dia lagi atau persahabatan kita putus!"
Aku tersentak, tapi tidak mengindahkannya. Mungkin dia sedang banyak masalah, pikirku.
***
Ancaman Veia terbukti. Aku tak menggubris peringatannya, dan dia sama sekali tak mau berbicara denganku.
"Biasanya lo sama Veia, Tas? Dia kemana?" tanya Ersya heran.
"Tau ah! Anak itu aneh!"
"Aneh gimana?" Ersya heran. Aku tak menggubrisnya dan berlalu. Aku yakin sekarang Ersya menatap punggungku heran.
Tiba-tiba Ersya mengejarku dan menepuk bahuku.
"Lo harus baikan ama Veia ya Tas?"
Aku menoleh kepadanya heran. "Kenapa?"
"Karena kalian sahabat..."
Aku terdiam.
To Be Continued
Note:
Karena ada 47% responden survei tentang genre cerpen yang menyukai genre persahabatan, maka saya membuat cerpen ini. Saya harap banyak yang menyukainya. Terimakasih telah membaca :) Saya hanya ingin sedikittt komentar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari... ^_^