Sang Diva |
Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.
Senyumku lenyap. Kenapa nomor Rafa sibuk?
Kucoba sekali lagi. Tetap sama.
Kenapa dia? Sangat kesalkah padaku hingga mengabaikanku?
Aku beralih ke nomor Dynda.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.
Hya, ini lagi. Tidak aktif?
Handphoneku berdering. July.
"Halo?"
"Ya, July?
"Lo lagi sibuk?"
"Ngga, lagi free. Ada apa?"
"Ke kafe Caca O ya!"
"Ngapain?"
"Lo kira mau ngapain? Ya ketemuan lah! Sampai nanti!" Klik.
Kafe Caca O?
***
“Gue udah di depan,
Ly.”
“Masuk lah! Ke meja
nomor 11!”
“Oke.”
Aku melangkah masuk.
Kulihat July duduk tenang di salah satu meja.
“Hei!” lambainya.
“Oh, hei!” Kafe ini
memang sepi, atau hanya perasaanku saja?
July tersenyum sangat
manis sampai aku curiga.
Pet!
Semua lampu mati. Ck,
generator kafe ini gimana sih?
“Selamat ulang tahun,
kami ucapkan,” nyanyian beberapa orang terdengar. Aku menoleh.
Ada Dynda, beberapa
kawan SMAku, dan… Rafa. Mereka terssenyum membawa kue tart.
Mataku terbelalak.
Kaget? Terkejut? Sudah tentu. Senang? Bahagia? Sangat!
Hampir saja air mataku
jatuh. Terharu, tepat. Senyum terlukis di bibirku.
“Thanks,” suaraku
nyaris tak terdengar.
“Tiup lilinnya, dong!”
pinta Dynda seraya merekahkan senyum lebar. “Make a wish!”
Aku meniup lilin
pelangi berbentuk angka 21, sambil mengucapkan permohonan. Berkati persahabatanku yang indah in Tuha… Terimakasih, Amin.
“Hehe, gimana?” Rafa
cengengesan.
“Ih! Kalian mau bikin
gue jantungan ya!” jariku menuding.
Senyum usil tercetak
jelas di wajah tertuduh. “Kita Cuma pengen nyadarin lo dari kesalahan lo! Kita
bosen diabaiin. Lo udah tau rasanya, kan?” Tanya Dynda lembut.
“Sorry, ya,” ucapku
tulus. “Thanks udah mau nyadarin gue. Thanks kejutannya,”
“Masih ada, lho!” July
menyeletuk. A, Dynda, Rafa, dan kawan-kawanku mengeluarkan sesuatu.
Present for our Model Princess!” seru mereka kompak.
“Astaga, thanks!”
tatapanku menyapu kotak-kotak kado warna-warni itu. “Thanks!” ucapku lagi,
memeluk Dynda, July, tiap kawanku, dan yang terakhir, Rafa. “Makasih,” lirihku.
Sorakan ‘Cieee…’
menggema di penjuru kafe. Aku tertawa. Siang itu kami akhiri dengan tawa ceria.
Our friendship can’t be erased, always and
forever…
THE END
NOTE:
Bagaimana? Komentar diharapkan untuk kemajuan cerpen dan blog, terimakasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari... ^_^