Pindah ke kcrda.blogspot.com | Selamat datang di blog ini. Semoga berguna ^^ Kami tunggu apresiasinya :)

Sabtu, 16 Maret 2013

SILVERISTA PART 1

Karya R
Silverista
Verist melangkahkan kakinya yang terbalut kaus kaki putih dan sepatu kets hitam bergaris silver dengan penuh kemalasan. Gadis cantik bernama lengkap Sesillia Verista itu pun sukses menarik perhatian massa disekelilingnya.Tetapi Verist hanya mengabaikan tatapan heran orang-orang sekitarnya. Ia hanya terus melangkah.

 Memandang pintu kelas sebelum masuk. Kebiasaan itu dilakoninya sejak masuk sekolahnya ini yang rata-rata bersiswa orang-orang menengah keatas. Ia menatap tulisan di atas pintu kelasnya. X-2.

Verist berjalan memasuki kelasnya. Mata siswa satu kelas langsung terarah ke dirinya. Yang tadi bergosip, langsung memandang Verist. Yang tadinya berlari-larian, berhenti lalu menatap Verist. Singkatnya, seluruh murid seolah diatur mesin sehingga menatap Verist. Dengan tatapan heran, tentu saja.

Tetapi beberapa detik kemudian, mereka kembali menyibukkan diri dengan aktifitas masing-masing. Verist tersenyum masam, dan tanpa basa-basi ia menyeret kakinya menuju kursi yang telah disewanya sampai dua tahun kedepan, yang terletak di sebelah sahabatnya.

“Verist? Lo kenapa?” Tanya Dynda, kawan seperjuangannya dengan tampang super-heran.

“Emang gue kenapa?” yang ditanya balik bertanya.

“Lo aneh banget! Lo jalan dengan amat sangat benar-benar malas-malasan.” ucap Dynda mulai berlebihan.

“Lebay banget!” cibir Verist sinis. Sepertinya ia tidak suka jika penyakit lama best friend-nya mulai kambuh.

“Ngomong-ngomong, Lo udah tau gosip terbaru?” Dynda mengabaikan cibiran Verist.

“Gak dan gue gak mau tau.” Verist menatap Dynda tajam. “Gue gak suka gosip.”

“Oke, oke. Ini bukan gossip. Ini realitas.” Dynda berusaha menarik perhatian Verist agar mau mendengarkan kabar yang dibawanya.

“Oke, apa?”

Dynda tersenyum. “Akan, bakal, hendak…”

“Mulai lagi!” gertak Verist kesal. Mood Verist yang memang sudah bad pun tambah buruk. Sohibnya satu itu hanya nyengir.

“Oke, sori. Bakal ada murid baru.” Ujar Dynda. “Gosipnya…”

Dan Dynda segera menyadari kesalahannya, sebab ia melihat tatapan setajam pisau terhunus kearahnya. “Kabarnya…”

Sama saja! Dengus Verist kesal dan kembali melemparkan pandangan membunuh pada Dynda.

“Oke, oke,” suara Dynda bergetar karena ngeri melihat tatapan Verist. “Dia cowok, ganteng, pinter.”

Mata Verist berputar, lalu memandang sahabatnya. “Terus? Gue harus ngomong WOW gitu?”

“Ih, Verist. Kok lo nggak tertarik sih?”

“Kenapa juga gue harus tertarik sama yang namanya ‘gosip’, ‘katanya’, ‘kabarnya’. Itu Cuma ‘katanya’, kan? Lo udah tau kebenarannya?”

Dynda tersenyum. Tak ingin kalah telak, ia menbalas, “Dia sepupu gue.”
Diluar dugaan Dynda, alih-alih terkejut Verist berkata,"Masalah gitu buat gue?"
"Oke, oke," Dynda mengalah. "Emang gak masalah. Cuma aja..."
"Udah ah! Gue capek nih,"
"Oya Ver, tau ga, dia masuk kelas kita lho,"
Mata coklat Verist memandang tajam Dynda. Yang dipandang meringis. "Sori, kelewatan,"
Verist mendengus, dan kembali menekuni bukunya. 
 ***

Bunyi hak tinggi yang bersentuhan dengan lantai menentramkan suasana ribut. Apalagi ketika melihat Bu Desi memasuki kelas dengan mata tajamnya yang mengitari kelas. Pasar dadakan langsung jadi kuburan.

Di belakang Bu Desi, seorang siswa mengekor. Cewek satu kelas langsung memekik melihat ketampanan sang siswa baru. Dan langsung terdiam mendengar hak merah Bu Desi beradu dengan lantai. Verist hanya berpikir, salah apakah dia sampai mendapat wali kelas semenyeramkan itu. Hii...

“Anak-anak,” Bu Desi mulai membuka mulutnya. Ia geleng-geleng kepala melihat anak didiknya seramai pasar. Tepatnya, ia geleng-geleng kepala karena heran, apakah sebegitu menakutkannya ia. Rambut keriting hitamnya yang dikuncir kuda ikut bergoyang. “Kalian kedatangan teman baru.”

Verist kembali berpikir,tak adakah kata lain yang dapat dikeluarkan ketika ada murid baru? Dan otaknya langsung beku ketika memperadukan matanya dengan tatapan Bu Desi.

“Silahkan, Rafa,” Bu Desi mundur satu langkah. Yang dipersilahkan menarik napas. “Saya Rafael Arvito, biasa dipanggil Rafa. Pindahan Bandung. Pindah karena pekerjaan ayah saya,” Rafa terdiam. Tepatnya, ia bingung harus bicara apa lagi. “Mohon bantuannya.”

“Ya, Rafa. Silahkan duduk di sana,” Bu Desi menunjuk bangku di kiri Verist.

Satu kelas semakin tegang karena pelajaran akan segera dimulai. Sebab, rata-rata banyak yang belum mengerjakan PR!

“Siapa yang belum kerjakan PR, kecuali Rafa?” Dua per tiga kelas mengangkat tangannya, lebih benarnya karena suara guru itu sudah membuat mereka merinding.

“Apa?! Sekarang juga kalian yang tidak kerjakan PR keluar!!!”

Hebatnya, dengan kompak mereka berjalan keluar kelas. Lebih pasnya, mereka takut hukuman mereka diperbanyak.

Bu Desi hanya dapat menggelengkan kepalanya, melihat dari ke 35 siswa -maksudnya 36, karna ditambah Rafa- tinggal 12 siswa yang masih ada di kelas. Sisanya... memalukan, pikir Bu Desi.

***

“Ok, jadi jika amoniak dicampur dengan pemutih...”

Verist menatap buku sambil mendengar penjelasan si guru galak. Ia tak begitu suka Biologi. Sudah tidak suka, gurunya.....

Ia tidak tega melanjutkan pikirannya. Untung ia sempat mengerjakan PR nya di mobil saat berangkat tadi. Jadi, ia tak ‘ter’hukum.

“Maka, jika kamu menambahkan cairan berwarna biru...” suara gurunya yang ditekankan menyadarkan Verist dari pembatinannya. Verist mendongak menatap Bu Desi yang ternyata..sedang..memandangnya! dengan tajam. Sepertinya guru itu punya indra keenam, pikirnya. Sebenarnya bukan itu. Tapi tadi si guru melihat Verist melamun sambil bertopang dagu. Verist meringis.

“Sesillia Verista, mengapa kamu melamun di pelajaran saya?”

Aura kuburan (?) menyebar ke setiap sudut kelas. Tiap siswa, baik yang ada di dalam maupun di luar membeku dalam posisi masing-masing.

Terlebih Verist. Ia sudah seperti patung hidup dalam posisinya yang menunduk dan mengatupkan tangannya, seolah berdoa. Otaknya sudah membeku dan ia serasa tak dapat berpikir. Batinnya sudah terkunci rasanya. Sisa hatinya saja yang belum kaku. Maka dengan hati itu ia berdoa, Tuhan tolong Tuhan... Please... persis anak kecil jalanan yang memelas minta makan.

“Verista!”

Bentakan itu semakin mengkakukan tubuhnya seolah mati rasa.

“M-maaf Bu-u,”

“Maaf maaf! Kamu pikir dengan begitu bisa menggantikan ilmu yang tidak kamu serap?!” bentak Bu Desi lagi.

“Ma-maaf Bu, tadi saya cuma...”

“Cuma apa lagi! Hah? Dasar kamu itu!!!”
***

Verist menghela nafasnya. “Astaga, gue udah gila Dyn!” keluhnya pada sahabatnya.

“Nah, udah tau Bu Desi galak, kok lo ngelamun?”

Ingin sekali Verist menjitak kepala sahabatnya, tetapi ditahannya. “Gue itu bukan sengaja ngelamun, tau!”

“Lah, trus? Lo nyambil topang dagu dan ngeliat kosong ke papan tulis, itu apa namanya?”

“Hah? Gue topang dagu?” Verist terkejut.

“Jadi lo ga nyadar?”

Verist menggeleng. “Kirain Bu Desi punya indra keenam.”

“Ngaco!”

“Hei, boleh gue duduk di sini? Tempat lain udah penuh.” Sapa seseorang, membuat Verist dan Dynda menoleh.

“Oh, lo Raf. Boleh aja,” jawab sepupu dari seseorang itu.

Beberapa cewek perfect sekolah menghampiri meja mereka. Sudah pasti kelima cewek itu naksir sama Rafa. Mereka malah mengusir Dynda yang sebenarnya sepupu Rafa.

“Woy, Dyn, pergi lo!”

“Tunggu,” tahan Rafa sebelum sang sepupu ingin protes. “Kenapa lo ngusir Dynda?”

“Dia tuh ga pantes makan di sini,” ucap salah satu dari mereka, membuat Rafa sewot.

“Enak aja!” bentak Rafa. “Dia sepupu gue!”

Wajah kelima cewek itu langsung merah. “Sori,”

“Nggak! Lo pada minta maaf ke Dynda, SE-KA-RANG!”

Akhirnya, dengan terpaksa mereka meminta maaf di bawah tatapan tajam Rafa. Tujuannya sih untuk mencari perhatian pada Rafa. Tapi setelah itu  Rafa menyuekkan kelima gadis nyebelin itu. Mungkin kalian bertanya, kenapa mereka tak mengusir Verist?

Mereka tak berani mengusir Verist. Karna, Verist ialah kembang SMA. Fansnya banyak. Sampe berani ngusir, bakal dikeroyok. Begitu pemahaman mereka.

“Kalian berdua lagi ngapain?” Tanya Rafa.

“Gosip!” jawab Dynda asal. Verist memutar kedua bola matanya, menatap Dynda.

“Jadi tadi itu gosip?”

“Eh, engga kok Ver! Sumpah tadi bukan gosip. Maksud gue…” Dynda tambah panik melihat tatapan Verist.”…abis ini gue mau ngomongin gosip!”

Dynda bernafas lega melihat Verist mengalihkan pandangan dan perhatiannya ke mangkuk baksonya. Ia menyendok kuah bakso dan menyeruputnya. Suasana sunyi sesaat.

“Abis ini pelajaran apa?” Tanya rafa memecah keheningan.

“Matematika,” sahut Dynda.

“Ooh… Ada PR ngga?”

“Astaga mampus gue… PR Matematika belom gue bikin!” Verist menepuk dahinya. “Dyn… temenin gue balik ke kelas… Lo mau ngasih gue contekan kan? Please Dyn… Lo kan sohib gue yang paling baik dan cantik. Ayo,” Verist panik.

“Oke, tenang aja,” Dynda berdiri. “Raf, kita duluan.”

Rafa memandang sepupunya dan sahabat sepupunya yang berjalan sambil sesekali berlari kecil. Tanpa sadar Rafa tersenyum samar.

***

Rafa memasuki kelas. Ia melihat Verist menyalin PR sepupunya. Lagi-lagi ia tersenyum samar.

“Dyn, ini apa?”

“Lo ga kebaca apa tulisan gue? Bilangan cacah!”

“Ga, tulisan lo ancur!” ucap Verist asal, membuat Dynda memelototinya.

“Dasar! Udah gue kasih contekan juga!” dengus Dynda.

Verist segera menyadari aura perang dari diri sahabatnya. “Eh sori Dynda-ku yang paling baik, cantik, tulisannya paling rapi,” Verist menarik kata-katanya sambil nyengir. “Nah, udah! Thanks ya Dynda yang terimut tercantik terbaik…”

“Nah kalo dibantu baru muji!” potong Dynda sewot.

“He he…”

Rafa memandangi kedua sahabat yang bertengkar kecil itu. Ck ck ck, pikirnya. Tu cewek cantik banget, batinnya menatap Verist.

“Ehem!” Rafa berdehem, membuat Verist dan Dynda menoleh. Rafa pura-pura membaca majalah.

“Raf!” panggil Verist.

“Kenapa?” tanya Rafa.

“Majalah lo kebalik,” ucap Verist to the point. Dynda terkikik melihat kebodohan sepupunya. Rafa hanya bisa menggaruk-garuk kepala menahan malu.
To Be Continued
NOTE:
Halo, numpang basa-basi dulu ya. Di blog yang lama, cerita SILVERISTA ini ada 5 bagian dan belum dipost endingnya. Tapi disini, akan jadi 2 bagian saja.
Oke, sekian dulu. Tunggu saja kelanjutannya. Terimakasih telah membaca.Please comment, terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari... ^_^